Selasa, 08 Juli 2014

If You Know....

          Sayap pelindung....yah mungkin seperti itulah yg menjadi kebutuhan. Saat terjatuh , saat lemah dan tak berdaya, saat mimpi terasa jauh, saat mulai tersesat, saat dunia mulai runtuh dan tak bersahabat, saat jiwa merasa hilang, saat kehilangan arah tujuan pelabuhan akhir, saat kerasnya benturan kehidupan memaksa menyerah, saat ketakutan membayangi, saat raga mulai tertatih untuk melangkah. Penawarnya itu Dia... Butuh hangat pelukan dan hatinya yang bisa meyakinkan dan menguatkan hati ketika rasa tak sanggup mulai menghampiri raga. Pelukannya itu bagiku sebuah rumah tempat ternyaman yg selalu menawarkan ketenangan hati. Rumah tempatku kembali. 

          Aku mengerti begitu rumit untuk memahami semua itu. Bahkan aku sendiri pun terkadang ingin menyerah untuk memahami dan ingin menghilang saja kabur ke timbuktu kayak Donald duck kalimat yg mungkin tak asing lagi di pendengarannya. Bersabarlah sayang...menghadapi aku itu memang lelah. Tak ada yg salah mungkin hanya dia yg tidak mengerti dan aku tak sepenuhnya paham. Terkadang aku tak lebih dari anak kecil manja yang merengek kepada ibunya, terkadang aku hanya seorang putri yang merindukan kasih sayang seorang ayah yg butuh belaian manja dan kasihnya, terkadang aku seorang perempuan egois yg menantang hidup tanpa senjata yang hanya bermodalkan ambisi, cita dan cinta, terkadang aku jadi sosok seorang ibu bijak yang menasehati anak lelakinya untuk selalu menghargai pemberian sekecil apapun itu, terkadang aku seperti perempuan pemberontak yang sedang melawan realita. Wajar bila dia lelah menghadapi aku, wajar bila terkadang nada suaranya meninggi, wajar bila temperatur emosinya memuncak. Tapi, seperti apapun sosokku itu yang harus dia tahu aku selalu mencintanya selalu ingin jadi satu-satunya, terbaik, dan yg selalu bisa meredam emosi dan melukis senyumnya. orang pertama yg takkan rela melihat airmatanya terjatuh, orang pertama yg selalu mendengar resahnya, orang pertama yg selalu menawarkan bahu untuknya saat dunia mulai tak ramah, orang pertama yg memeluk semangatnya saat mimpinya terasa menjauh. Dia hanya perlu percaya bagaimanapun aku, emosiku ada padanya lelahnya jadi lelahku, sedihnya juga sedihku, bahagianya bahagiaku pasti. Separuh tekanan detak jantungku telah ku titipkan padanya. Saat degup jantungnya meningkat tajam sesak yg paling hebat itu terasa di jantungku. Mungkin dia belum sepenuhnya memahami itu. Bersama hujan malam kutitipkan rindu yg ketinggalan jaman ini yg sampai detik ini tak terjamah oleh teknologi. Ich vermisse dich...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar